Kalimat ini, “Aku bilang, kamu menipu”, mesti diucapkan oleh peserta sesuai interpretasi masing-masing. Berikutnya, kalimat ini, “Dia bilang kepadaku, kamu telah menipu” yang mesti diucapkan. Pada kalimat pertama, aktor seolah-olah berbicara atas nama dirinya sementara pada kalimat kedua aktor seolah-olah driven atau dikendalikan orang lain.
Nah jika seorang aktor berperan dalam sebuah teater (peran utama malahan) tetapi dialognya seperti kalimat yang kedua tadi 'Dia bilang kepadaku, kamu menipu", "menurut dia aku harus berkata bahwa dunia ini kejam", semacam itu terus, bagaimana kiranya perasaan aktor tersebut? Berikut tanggapan dari peserta.
“Yang jelas sebagai aktor, aku akan merasakan jarak dengan teks itu karena menganggap teks itu bukan dituturkan dari diriku sendiri. Aku jadi berjarak dengan "penutur" teks itu dan membayangkan bagaimana sendainya "penutur" itu mengucapkannya tapi aku tuturkan lagi dengan caraku sebagai "aku" yang mewakili "penutur" itu.
“Menurut saya. Jika menjadi aktor utama harus jelas penekanan antara aku dan dia.”
“Saya akan terlihat sebagai tokoh utama yang bersifat penyambung lidah untuk menyampaikan pernyataan atau pesan sesorang. Entah itu disampaikan dengan jelas dan lengkap, atau berusaha mengolah informasi menjadi tidak realistis. Aaya yang sebagai penyampai pesan itu bisa saja dilihat penonton sebagai 2 sisi, bisa protagonis atau antagonis, tergantung adegan selanjutnya.”
“Sebagai aktor saya akan mengalami penerimaan perasaan atas teks yg diperoleh atau dibaca. Terkadang perasaan yang tidak tergambar sekalipun dalam bayangan untuk memeragakan, adakalanya terasa aneh karena menyesuaikan diri dengan peristiwa yang belum pernah dilakukan. Akhirnya diri harus beradaptasi.”
“Menurutku agak sulit untuk memerankan itu krn anggapan itu tidak berasal dari dirinya sehingga seolah-olah dia tidak memilikinya. Jadi yang keluar akan terkesan kurang mantap.”
Tanggapan-tanggapan di atas secara mendasar menyatakan ketakberterimaan peserta memerankan tokoh yang hanya mengikuti perkataan orang lain. Jika situasi tak berterima ini bertahan, maka antara aktor dan tokoh yang diperankan pastilah berjarak. Jarak ini pada akhirnya pun akan muncul dalam diri aktor itu sendiri terhadap dirinya yang sedang berperan. Latihan ini merupakan percobaan untuk menemukan V-effect atau efek keterasingan dalam teater epik. Di dalam salah satu prosesnya, Brecht menjelaskan bahwa untuk mencapai efek tersebut seorang pemain mesti berbicara dalam bentuk waktu lampau dan dengan kata ganti orang ketiga. Tentu saja ada perbedaan perasaan pemain ketika berbicara langsung dalam waktu kini dan berbicara melalui orang ketiga dengan waktu lampau. Jika ada kecanggungan atau ketaknyamanan pemain melalui wicara orang ketiga, maka pada saat itulah ia mengalami efek keterasingan antara dirinya sendiri dengan peran yang dilakoninya. (**)
Share This :
0 komentar