Oleh: Eko Santosa
Perbincangan teater perkara metode latihan peran sampai hari ini masih riuh. Bukan soal apakah sebuah metode dapat dilaksanakan atau tidak, melainkan soal penerapan sebuah metode pada kelompok atau komunitas tertentu. Perbincangan semacam ini menjadi riuh karena masing-masing pelaku teater memiliki metode atau interpretasi atas sebuah metode secara tersendiri. Karena hal ini, maka metode latihan teater menjadi, seolah-olah, personal. Berbeda antara orang satu dengan yang lain. Namun jauh lebih dalam dari perbincangan perkara metode, hal dasar yang perlu dikaji lebih mendalam adalah tujuan akhir dari sebuah metode. Dalam teater, tujuan akhir sebuah metode latihan adalah tercapainya seni peran atau akting yang berkualitas.
Berangkat dari deskripsi tujuan, maka perlu sebenarnya untuk dikupas lebih mendalam tentang apa itu akting dan bagaimana akting itu dapat dikatakan berkualitas. Secara umum, akting adalah seni pemeranan di mana seeorang berperan sebagai orang lain dalam sebuah pementasan teater. Orang tersebut dikatakan memiliki akting berkualitas jika peran yang ia lakonkan meyakinkan, artinya, tokoh yang ditampilkan benar-benar hidup. Deskripsi sederhana ini sesungguhnya memaknakan sesuatu yang jauh dari kata sederhana. Seseorang memerankan orang lain dalam sebuah pementasan seringkali dianggap bagaikan seseorang menirukan perilaku orang lain dalam kehidupan nyata. Ada dua hal berbeda dalam hal ini, pementasan versus kehidupan nyata dan menirukan orang lain yang benar-benar ada versus memerankan orang lain yang tak benar-benar ada. Menirukan secara persis orang yang benar-benar ada saja begitu sulit apalagi memerankan orang lain yang tak nyata ada. Terlebih menirukan orang dalam kehidupan nyata tidak memerlukan waktu dan penonton khusus sementara dalam pementasan teater, ruang, waktu, dan penonton ada secara khusus.
Gambaran perbedaan nyata antara kenyataan dan pertunjukan sebenarnya telah menjelaskan bahwa akting bukanlah perkara mudah. Untuk itulah metode latihan peran sangat diperlukan agar seseorang dapat bermain peran dengan baik. Namun demikian, dalam latihan peran tidak hanya seorang pemeran saja yang terlibat melainkan juga pelatih. Bahkan dalam konteks untuk mencapai tujuan, pelatih memiliki tanggung jawab yang tidak dapat dikatakan sepele. Ia mesti mampu menerapkan metode latihan peran dengan baik agar peserta latihan mampu berperan dengan baik pada nantinya. Oleh karena hal semacam ini, maka pemaknaan atas akting, kualitas akting, perilaku seseorang dalam kehidupan nyata, dan laku peran dalam sebuah pementasan teater serta kaitan antara kehiduan dan pementasan mesti ia pahami dengan baik terlebih dahulu. Setelah itu barulah metode apa yang mesti digunakan untuk mengantarkan seseorang menuju akting berkualitas. Untuk itupun ia mesti memahami seluk-beluk metode latihan peran yang hendak digunakan.
Sampai pada taraf ini, tingkat kemampuan dan kesanggupan seseorang untuk dapat disebut sebagai seorang pelatih peran mendapatkan ujian. Artinya, apakah ia benar-benar memahami hal itu semua atau tidak. Dapat dikatakan, di dalam kenyataan, tidak semua pelatih peran sesungguhnya dapat disebut sebagai seorang pelatih peran berdasarkan kualifikasi seni peran seperti tersebut di atas. Umum banyak dijumpai, pelatih peran yang bekerja berdasarkan template yang ia dapati dari orang lain dalam perjalanan masa lalunya. Sementara pengalamannya sebagai pemeran yang dilatih oleh beragam pelatih peran juga tidak banyak. Sejujurnya, ia belum bisa dikatakan sebagai pelatih peran tetapi menempatkan dirinya sebagai pelatih peran. Lebih mendingan seseorang yang memiliki perjalanan panjang sebagai aktor dan dilatih oleh banyak macam pelatih peran. Orang semacam ini akan memiliki bank pengalaman, terutama bagaimana ia dilatih untuk menghadapi peran dari beragam pelatih dengan beragam metode. Ia bisa merefleksikan pengalamannya ketika dilatih menjadi satu konsep dan prosedur untuk diterapkan dalam melatih orang lain dalam bermain peran. Aktor yang demikian, memiliki peluang lebih besar untuk menjadi pelatih peran.
Perbincangan seputar metode latihan peran, dengan demikian, akan menemukan maknanya ketika dimulai dari sisi pelatih peran dan bukan pada peserta pelatihan peran. Kedudukan pelatih peran sangat penting. Di dalam sejarahnya, pelatih peran yang kemudian berkembang menjadi sutradara adalah aktor-aktor yang memiliki jam terbang tinggi dalam berbagai produksi. Mereka melatih dan (kemudian) mengarahkan para aktor muda dalam sebuah produksi pementasan. Karena kepiawaiannya bermain peran mereka disebut sebagai didaskalos atau guru ketika melatihkan peran kepada para junior. Jadi, memang perkara metode latihan peran yang seringkali diperbincangkan adalah perkara para pelatih peran atau orang yang bekerja sebagai pelatih peran meskipun sejujurnya belum memenuhi kriteria sebagai pelatih peran.
===== bersambung =====
0 komentar