Oleh: Ozdemir Nutku
Diterjemah oleh Eko Santosa dari: http://www.tiyatrokeyfi.com/gorusler/styleinacting.html
Darimanakah gaya berasal? Gaya adalah apa yang membedakan antara peristiwa satu dengan yang lain. Rangsangan aksi dapat ditemukan dalam teks. Selain itu, teks juga berisi keadaan terberi dari peristiwa yang menjadi semacam aturan dasar dalam permainan teater. Analogi permainan tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut; adalah aturan yang memberikan informasi kepada kita mesti bagaimana, misalnya, dengan kartu yang sama, kita mesti memainkan bridge daripada remi, atau bagaimana dengan implementasi yang sama kita lebih memilih bermain tenis daripada badminton. Jadi, teks tidak hanya menyediakan rangsangan untuk aksi, namun melalui keadaan terberi, memberikan batasan pilihan gerak badani bagi aktor sekaligus bentuk dan sensibilitas peristiwa.
baca juga : Gaya Akting 1
Keadaan terberi yang bagaimanakah yang menjadi katalisator atas rangsangan dan membentuk gaya? Sebagian besar aktor sangat akrab dengan gagasan keadaan terberi berupa tempat, iklim, dialek, dan penampilan fisik, usia, serta pekerjaan tokoh yang akan diperankan. Kata kunci ini mungkin dapat membedakan kualitas karakter atau situasi, tetapi tentu saja tidak dapat diterapkan untuk memberikan batasan gaya pementasan. Pertanyaan mendasarnya adalah, mengapa para aktor memiliki pendekatan berbeda terhadap tokoh komedi karya Noel Coward dan tokoh komiknya Moliere? Atau, apa yang membuat perbedaan kualitas antara karya Tennessee Wiliam dan Eugene Ionesco, dan mengapa tidak pada karya Bertolt Brecht atau karya penulis zaman restorasi?
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, kata kunci ada di dalam teks. Dan kata kunci yang lebih luas didapati dari: konvensi teatrikal pada saat lakon ditulis – lokasi, peralatan, tingkah laku aktor, bahasa, ritme dan bentuk. Konvensi dramatik seperti penggunaan syair, penerapan struktur neoklasik atau epik, pendekatan topeng untuk karakter, sosial, politikal, moral dan perspektif lain dari masa di mana penulis menulis serta meresponsnya dalam lakon.
Hanya melalui pemahaman kata-kata kunci yang melekat dalam lakon inilah aktor meletakkan harapannya dalam melakukan pendekatan secara benar atas kebutuhan gaya dari teks yang ada. Dari semua hal ini dapat disebutkan bahwa sensibilitas waktu – nilai teatrikal, sosial dan personal tidak dapat dielakkan oleh penulis di dalam lakonnya. Pemahaman mengenai sensibilitas membuka kemungkinan asumsi atau gagasan atas gaya badani yang mesti ditampilkan.
Dalam beberapa tingkatan, gaya merefleksikan fakta bahwa teater memegang “cermin kehidupan”. Joseph Chaikin menyatakan bahwa, “Gaya teater berinterelasi dengan gaya hidup dan pemikiran – segala apa yang kita lihat akan terlihat melalui sistem persepsi yang telah ada”. Sistem persepsi – refleksi dari kenyataan sosial tertentu pada waktu tertentu – inilah yang mesti didekati oleh aktor untuk menghindari pemaksaan kesementaraan sensibilitas yang dimiliki terhadap teks yang terbatas dan sempit.
Sebuah gaya mungkin dapat dinyatakan sebagai Realisme dalam waktu tertentu sebagaimana terkomunikasikan melalui konvensi teater yang berlaku pada masa itu. Imitasi dari sikap dan tingkah laku manusia pada abad 20, proses mewujudkan tampilan luar dari sisi psikologi diamati dari ruang teatrikal searah dan sewaktu, menciptakan gaya yang menunjukkan bahwa lakon tersebut tepat, sesuai kenyataan. Namun demikian, ada beberapa karya drama yang tidak menggunakan pedekatan ini. Dan demi sebuah alasan baik bahwa pendekatan naturalistik mencoba memaksakan perbedaan realitas atas lakon-lakon yang ada – yang berdasar pada interpretasi psikologi tokoh sehingga konsep tata laku kontemporer menjadi asing karena tidak sesuai dengan keadaan terberi yang ada di dalam teks. Charles Marowitz, seorang penganjur awal dari teknik akting naturalistik, yang kemudian dikenal sebagai “the method”, dan seorang yang segera menyadari keterbatasan teknik ini, menuliskan, “Ada pengalaman berkelanjutan yang umum terjadi dalam kerja seni yang mana kita dipersiapkan untuk menerima kebenarannya. Sebuah kebenaran diarahkan secara khusus melalui material dan konsepsi karya yang mana, jika konsisten, membujuk kita untuk menerima, bahkan dalam kesementaraan, sudut pandang hidup orang lain yang mauk akal”.
Seorang aktor harus sampai pada kebenaran inheren pada setiap teks, dan tidak memaksakan perasaan kebenaran yang ada dalam diri. Di saat proses penjiwaan dibutuhkan, perwujudan sederhana perasaan pribadi aktor tidak akan bisa mengomunikasikan keseluruhan lakon. Adalah aksi fisik (gerak badan) – sinyal-sinyal dan tanda-tanda – yang bisa mengomunikasikan, dan hal ini mesti mewujud dalam bentuk tertentu, melahirkan gaya tertentu, yang sesuai dengan keadaan terberi yang ada dalam teks.
=== bersambung ====
Share This :
0 komentar