BLANTERWISDOM101

Penonton: Peran dan Imajinasinya (5)

Minggu, 16 Juni 2024

 


Oleh: Edwin Wilson

4. Afiliasi Kontak Aktor-Penonton

Hal yang sangat menarik dapat melihat langsung kehadiran orang terkenal atau mengobservasi sendiri sebuah peristiwa spesial sangatlah sulit dijelaskan namun mudah diverifikasi. Tidak perduli seberapa sering kita menyaksikan bintang favorit kita atau kita menyaksikan penyanyi di televisi atau mendengarkan lagunya di perangkat genggam, kita tetap akan berharap dapat bertemu dengannya secara langsung. Mungkin, pada satu kali waktu atau lain kali, setiap dari kita memliki keberanian menempuh cuaca buruk dan mendorong kerumunan orang untuk melihat langsung para selebritis dalam sebuah parade, kampanye politik, atau konser. Hal yang sama dalam konteks kontak personal semacam itu ada di teater. Tiik inti pengalaman teater adalah hubungan antara performer (aktor) dan penonton: mendadak dan segera, sebuah perjumpaan personal yang pertalian dan keajaibannya merupakan kualitas spesial yang dimiliki oleh teater.

Seperti telah disampaikan di atas, selama pementasan panggung, aktor dan aktris dapat mendengar tawa kita, dapat merasakan heningnya kita, dan dapat merasakan ketegangan sebagaimana penonton rasakan. Pada saat yang sama, sebagai bagian dari penonton, kita menyaksikan aktor secara dekat, sadar atau tidak akan memantik pertanyaan; Apakah para aktor akan meyakinkan dalam peran mereka? Akankah mereka melakukan sesuatu yang mengejutkan? Apakah mereka akan melakukan kesalahan? Pada setiap saat, di setiap pementasan panggung, kita, sebagai penonton, akan mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan ini. Secara nyata, dua pengalaman terjadi hampir secara simultan; pengalaman pribadi kita, yang mana sangat personal dan pengalaman kelompok (penonton) yang akan kita diskusikan berikut ini.

5. Teater sebagai Pengalaman Kelompok

Kesenian seperti lukisan, patung dan sastra menyajikan pengalaman soliter. Penyaksi atau pembaca mengkontemplasikan karya seorang diri, sesuai cara mereka masing-masing. Bahkan di museum pun hal ini berlaku: meskipun banyak orang berkumpul dan melihat satu lukisan dan di antara mereka merespons lukisan secara individu, satu demi satu. Di dalam seni pertunjukan, bagaimanapun, termasuk teater, pengalaman kelompok sangatlah diperlukan.

Seni pertunjukan, dalam konteks pengalaman kelompok, dapat disetarakan dengan peristiwa komunal seperti layanan keagamaan, penonton olah raga, dan perayaan. Sebelum acara dimulai, sekelompok orang mesti berkumpul, dalam satu ruang, satu waktu. Ketika orang-orang berkumpul dengan cara semacam ini, sesuatu yang misterius bakal terjadi. Meskipun masih terasa sisi individualnya, dengan segala latar belakang personal masing-masing, namun mereka juga menjadi bagian sifat dari yang lain juga, sifat yang sering membayangi respons independen mereka (reaksi individu sering dibayangi atau mengikuti reaksi kelompok).

5.a. Psikologi Kelompok

Tidak semua kerumuman itu sama. Beberapa nampak agresif, seperti umpamanya kawanan preman yang marah dan memutuskan untuk tawuran atau kelompok pemuda yang ingin meneror warga sekitar. Sebagian yang lain lebih tenang, misalnya kerumunan penonton di trotoar yang menyaksikan atraksi srikus jalanan. Kerumuman penonton dalam pertandingan sepak bola berbeda dengan kerumunan jemaat acara keagamaan. Dan kerumuman penonton teater berbeda dari semuanya. Dalam selintas keberbedaan ini, bagaimanapun, penonton teater berbagi pikiran kolektif pada semua kelompok (orang yang nonton) secara khusus. Menjadi bagian dari kelompok (penonton) merupakan elemen penting sebuah pengalaman teater. Kita bisa, dalam satu waktu, berbagi satu hal yang dapat dikatakan pasti yaitu fokus pada sebuah aktivitas – pementasan lakon. Tidak hanya kita semua tertawa atau menangis dalam cara yang tidak biasanya; kita juga bisa merasakan pertemanan tak terlihat dengan orang-orang di sekitar kita. Ketika sekelompok individu memberi tanggapan secara simultan terhadap apa yang terjadi di atas panggung, hubungan antara satu dengan yang lain kembali dikukuhkan. Jika terdapat adegan yang kejam sehingga membuat kita bergidik, atau perasaan menderita yang membuat kita tergerak, atau kelucuan yang membuat kita terbahak, dapat dipastikan yang lain juga akan memberi respons yang sama. Pada satu saat ketika kita adalah bagian kelompok yang berbagi pengalaman, apakah kesedihan atau kegembiraan, yang mungkin kita pikir hanya terjadi pada kita, ternyata sebagian besar umat manusia memiliki respons yang sama.

5.b. Bagaimana Komposisi Penonton Mempengaruhi Pengalaman Teater

Meskipun menjadi bagian dari kelompok merupakan elemen penting dalam teater, berbeda-beda kelompok, pembentukannya akan mengubah peristiwa teatrikal. Beberapa penonton adalah awam – sebagai misal, ribuan orang penonton yang menghadiri pementasan luar ruangan seperti Festival Shakespeare di Ashland, Oregon, dan Uno These Hill, yang memainkan lakon tentang suku Indian Cherokee yang dipersembahkan setiap musim panas di pusat reservasi Cherokee di North Carolina bagian barat. Penonton awam termasuk penonton segala usia, berasal dari seluruh penjuru negara, dan dari seluruh level sosioekonomi. Kelompok penonton lain lebih homogen, seperti penonton dalam pementasan teater sekolah, pementasan teater anak, malam pementasan pembuka Broadway, teater politik, atau pementasan di dalam penjara.

Faktor lain yang mempengaruhi pengalaman kita dalam teater adalah hubungan kita dengan penonton lain. Jika kita berada di antara teman atau orang-orang dekat, kita akan merasa nyaman dan santai, dan kita benar-benar menjadi bagian dari pengalaman kelompok. Di sisi lain, jika kita merasa asing – sebagai contoh, anak muda berada di rombongan orang tua atau orang liberal berada di tengah konservatif – akan merasa jauh atau dijauhkan dari kelompok. Orang-orang yang bersama kita menonton teater – homogenitas mereka dan hubungan kita dengan mereka – akan berpengaruh kuat terhadap respons kita atas teater yang dipentaskan. (**)

(diterjemah bebas oleh Eko Santosa dari buku “The Theatre Experience” Edisi 13, karya Edwin Wilson, terbitan McGraw-Hill Education tahun 2015)


Share This :

0 komentar